KATAKAN APA ADANYA

Masya Allah…! Alangkah mulia petunjuk Allah dan alangkah sering kita lupa. Kita sering sekali melalikan, sehingga hampir-hampir meninggalkan kejujuran saat berhadapan dengan anak-anak kita. Kita berbicara tidak dengan kejujuran antara lain karena ketakutan yang kita ciptakan sendiri. Atau, kita memilih untuk meninggalkan kejujuran karena tak sanggup membayangkan kerepotan sesaat. Nalar yang sempit juga bisa membuat kita mengelabui anak dan tidak berkata dengan perkataan yang benar. Kita merasa anak tidak menangis dengan mengelabuinya saat kita pergi, padahal yang terjadi ia mengamuk karena sadar telah di bohongi mentah-mentah oleh orangtuanya.

Bicara tentang ketakutan, saya sendiri pernah mengalami. Suatu saat saya berjanji membelikan mainan untuk anak pertama saya. Ketika itu adiknya sedang diajak oleh ibu saya pulang kampung. Fathimah, nama anak saya ini, meminta agar saya membeli mainan dua buah. “Biar nanti aku tidak rebutan sama adik.” Kata Fathimah. Saya pikir, ini merupakan inisiatif yang sangat bagus dan karena itu saya harus mendukungnya. Saya pun segera mengiyakan, lalu pergi ke toko mainan sendirian. Saya bayangkan harga mainan yang saya janjikan murah, tetapi ternyata tiga atau empat kali perkiraan saya. Itu sebabnya saya harus berpikir ulang, beli satu atau dua. Kalau beli satu, saya menyalahi janji kepada anak. Tetapi kalau dua, pemborosan. Uang sebanyak itu lebih baik dipakai untuk beli buku buat anak saya. Akhirnya saya memutuskan untuk beli satu. Persoalannya, bagimana dengan janji saya kepada Fathimah?

Semula saya sempat terpikir untuk mengatakan bahwa mainan telah habis. Cuma tinggal satu di toko. Ini merupakan cara yang praktis, sederhana dan instant. Alhamdulillah, sebelum melakukannya saya segera tersadar bahwa cara ini justru membuat anak-anak saya tidak belajar memahami masalah, tidak terlatih untuk mempertimbangkan baik dan buruk, serta menghambat perkambangan kedewasaan meraka (meski saya tahu anak saya. Bagaimanapun, tetaplah masih kanak-kanak).

Saya segera teringat dengan surat an-Nisa’ [4] ayat 9, sehingga timbullah ketakutan pada diri saya. Alhasil, sayapun tetap pada keputusan semula (beli satu) dan memilih berbicara apa adanya kepada anak. Dalam perjalanan pulang, saya bayangkan Fathimah akan menangis keras. Tetapi saya bertekad, biarlah ia menangis saat ini asal ia tidak menangis bersama bapak ibunya di akhirat nanti.

Begitu tiba di rumah, yang saya lakukan pertama kali bukanlah memberikan mainan itu kepada anak. Saya panggil Fathimah untuk mendekat, kemudian saya pangku sambil saya usap-usap kepalanya. Saya dekap ia, kemudian saya bisikkan di telinganya, “Fathimah, Bapak tadi janji beli mainan dua, satu buat Fathimah dan satunya buat adik Husein. Bapak sudah ke toko, ternyata harganya sangat mahal. Jadinya Bapak Cuma beli satu, biar kita masih bisa beli buku. Bagaiman, Nak?”

Saya harap-harap cemas menanti reaksinya. Di luar dugaan, Fathimah berkata, “Nggak apa-apa ya, Pak? Nanti mainannya buat aku sama adik Husein. Nanti gentian. Dipakai bareng-bareng. Sama adik Anin juga. Kan aku sayang sama adik….”

Saya segera mendekapnya lebih erat dan menciumnya. Kemudian saya acungkan dua jempol untuknya. “Iya,Nak,” kata saya terharu, “Nanti kalau adik Anin sudah agak besar, mainannya dipakai juga sama adik Anin.”

Kisah tentang mainan ini hanyalah sekedar satu contoh. Banyak peristiwa lain yang menunjukkan bahwa perintah untuk berbicara dengan kejujuran kepada anak adalah ketakutan kita sendiri atau keinginan kita untuk memperoleh jalan pintas. Kita mengelabui anak karena takut kepada tangis anak yang cuma sebentar, padahal dengan berkata benar anak justru berbinar-binar. Kita tidak tahan dengan tangisnya saat ini, tetapi tanpa kita sadari kita justru menjadikan mereka lebih sering menangis. Atau diam-diam membuat mereka belajar menggunakan tangis sebagai senjatanya.

Ada yang punya pengalaman lain ? Silahkan dilanjut......
By : Ust.Aly Motivator Ideologis ( PEMBINA RUMAH DAKWAH INDONESIA )
WA 081313999801
BBM : 79541FA2
-------------------------------------
Ingin BERDAKWAH tapi gak punya cukup waktu dan ilmu ? 
silahkan bergabung bersama RUMAH DAKWAH INDONESIA
Jadikan HARTA kita menjadi BEKAL jangan jadikan sebagai BEBAN
UMUR kita yang TERBATAS membuat AMAL SHOLEH kita juga TERBATAS, Bersama DAKWAH, UMUR AMAL SHOLEH KITA MENJADI TAK TERBATAS, karena akan terus MENGALIR bersama GENERASI PENERUS dan JAMAAH kita hingga Akhir Zaman, Allahu Akbar.
Caranya ?
Layangkan Infaq fi Sabiilillah, Zakat dan Sedekah kita untuk DAKWAH bersama Rumah Dakwah Indonesia, melalui Rekening :
BCA : 230.3888896 a.n. Yayasan Bantu
BCA : 230.0300.807 a.n. Yayasan Husnul Khotimah
MANDIRI : 156.0003 296 409 a.n Yayasan Husnul Khotimah
MU'AMALAT : 305.0033 975 a.n Yayasan Husnul Khotimah
BNI : 018 4300 117 a.n. Muhammad Aly
BRI : 1169 0100 102 7505 a.n. Muhammad Aly
CARA KONFIRMASINYA ?
Transfer dana, lalu ketik pesan SMS/WA : " Bismillah, nama, niat Infaq Fi Sabiilillah Program BANTU SEJUTA DAI Rp...............Karena Allah SWT demi kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin ". Lalu kirim SMS/WA ke 081313999801 atau BBM ke 79542FA2
Atau datang langsung ke :
KANTOR SEKRETARIAT :
Gedung NSC Lt.2 Jl.Bandung Blok II No.139 Perum Kotabaru Cibeureum-Tasikmalaya
Phone : 0256-2351814
MARKAZ PUSAT :
Pesantren Internasional IBNU SIENA, Jl.Siliwangi no.100 Tasikmalaya Phone : 0256-2351814, 081313999801

Website : www.rumahdakwahindonesia.blogspot.com
FB : 
www.facebook.com/rumahdakwahindonesia

BBM : 79542FA2
WA : 081313999801