MEMBERI RUANG UNTUK MENCOBA

Larangan kita itu ,sebenarnya karena rasa saying kepada mereka ataukah karena kita tidak ingin sedikit repot  oleh  rasa ingin tahu anak ? Suara-suara kita yang membentak itu,ysng menyuruh anak kita untuk berhenti seketika dari permainan yang mengkhawatirkan kita,benarkah karena khawatir anak terluka tangannya ataukah karena kita merasa tidak ada waktu untuk mengajarinya bererilaku yang tepat?
          Alangkah sering kita mengatas namakan sayang anak,tetapi sesungguhnya sayang benda.Kita memelototi anak dengan tatapan yang membuat tikus-tikus pun bersembunyi di liangnya,hanya ka,hanya Karena anak anak menyentuh benda-benda yang kita rasa sangat berharga.Terkadang benda itu bahkan mainannya sendiri.Aanak mencobba membukaka karena di dorrong ong oleh  rasa ingin rasa ingin tahunya yang luar biasa besar,tetapi kita segera bertindak menghhardik atau merenggutnya secara kasar karena tidak siap melihat mainan itu koyak.
          Rasanya,ada yang aneh pada diri kita (maaf,diri saya).Ketika anak-anak beranjak besar,orangtua sering gusar karena mereka tidak tidak mau dan bahkan tidak tidak mau dan bahkan tidak mampu membdak mampu membantu pekerjaan orangtuanya di rumah.Mereka hanya menjadi penonton yang menjengkelkan hati.Tetapi kita lupa bahwa kitalah yang mendidik mereka untuk seperti itu.Kita tak pernah meemberi ruang bagi mereka untuk bias memberi ruang bagi mereka untuk bias memikul taklif tepat waktu.
          Teringat saya ketika anak-anak bermaksud baik membantu mencuci gelas dan piring.Apa yang terjadi ketika itu? Bukan ucapan yang baik untuk menunjukan rasa bahagia atau pernyataan terimakasih.Bukan pula penjelasan yang sejuk dan menenangkan anak ketika kita tak memberinya izin.Tetapi ucapan yang tidak pada tempatnya.”Ayo…,sudah.Sudah! ini banyak pekerjaan.Tambah lama nanti.”
          Ucapan seperti ini,tentu saja sangat sulit di terima oleh akal sehat anak.Ia tidak bisa memahami bagaimana mungkin maksud baiknya untuk membantu,justru bermakna mengganggu.Sebaliknya,yang di pahami anak adalah orang tua merendahkan dirinya atau bahkan menolak dirinya.Sekurang-kurangnya anak merasa bahwa orangtua tidak percaya pada kemampuannya,sehingga reaksi yang muncul adalah,”Aku bisa,kok.”
          Atau…
          “Lha,iya.Makanya aku mau Bantu.Aku kan mau Bantu,kok di marahi,sih.”
          Atau pada anak yang  temperamennya lebih keras,ia akan beraksi dengan marah,nangis dan kesal.Ia menunjukan “aku” nya dengan menjauh dari orangtua sebari marah-marah.Kadang anak juga menunjukan ketersinggungannya dengan mengamuk.Ini terutama ketika orangtua bertindak lebih jauh.Misalnya memberi label yang buruk pada anak.”sudah, nggak usah.Nanti kamu tidak membantu.Bukan beresih,tapi tambah kotor nanti.”
          Astagfirullah…,ternyata kita juga yang mematikan iktikad baik anak.
          Kembali kepada peristiwa ketika anak-anak saya bermaksud membantu ibunya mencuci gelas dan piring.Kegusaran ternyata tidak menyelesaikan  masalah.Pekerjaan yang           ingin kita selesaikan dengan segera,kerapkali justru menjadi lebih lama sehingga amarah kita semakin bertambah-tambah.Kita melihat anak sebagai penyebabnya.Tetapi ketika kita memberi anak kesempatan untuk mencoba,memberinya kepercayaan dengan menunjukan bagaimana cara mencuci yang benar,hasilnya sangat menakjubkan.Anak merasa gembira luar biasa.Anak menemukan harga diri dan percaya diri yang tinggi dari peristiwa yang biasa-biasa saja.Dan orangtua pun menemukan kebahagiaan.Wajah mereka yang berseri-seri,matanya yang bersinar-sinar dan sambutannya yang penuh semangat,meluruhkan kekeslan dan amarah yang taelah brtumpuk.
          Saya sangat terkesan ketika istri saya waktu itu memberi kesempatan untuk belajar kepada anak-anak.Kata istri saya,”Nanti kamu beresihkan gelas yang ini, ya? Kamu yang nyuci.Sekarang ibu tunjukan bagaimana cara mencuci yang benar.Perhatikan ibu dulu.”
          Istri saya terus berbincang dengan anak-anak sambil mencuci gelas dan piring.Dua anak mendapat kesempatan “membantu”,masing-masing dengan satu gelas pelastik (atau mangkuk,saya kurang ingat persis).Setelah ibunya menyelesaikan pekerjaannya,giliran anak-anak yang mencuci.Bangga.Mereka melakukannya dengan penuh semangat dan suka cita.Lebih-lebih ketika sabunnya mengeluarkan gelembung-gelembung yang bisa di tutup,semakin gembiralah mereka.Dan pada saat yang sama,mereka telah memperoleh banyak hal:Kesempatan untuk belajar,keterampilan rasa percaya diri dan efikasi diri yang baik (tentang efikasi diri,baca kembali tulisan saya Tersenyumlah Anakku,Sayang di halaman 51).
          Di kesempatan lain,ketika waktu “sangat terbatas”,cara yang di tempuh bisa ber beda.Tetapi sama-sama memberi kesempatan kepada anak untuk merasa berharaga dengan kemampuan yang di milikinya.Ibunya yang mencuci piring seberesih-beresihnya,kemudian anak-anak yag telah mencuci tanganya terlebih dulu bertugas meletakan hasil cucian ibunya di rak piring.Beda yang dilakukan,tetapi perasaan yang ditumbuhkan pada diri anak sama,”Pak,Aku sudah bisa Bantu ibu,  lho….”
          Meskipun “pekerjaan”yang di berikan kepada mereka sama,yakni meletakan hasil cucian ke rak piring,tetapi sikap anak sangat berbeda ketika kita memberikan tugas tersebut karenak tidak percaya kepada anak.Begitupun tatkala kita menugasinya karena tidak mau repot-repot dan sedihnya,ini masih sering saya lakukan.Misalnya,”Eeiit…,kamu nggak usah ikut mencuci piring.Nanti bukannya beresih,malah makin kotor.Kamu belum bisa cuci piring.Sudah,kamu nanti yang naro aja piringnya ke rak.”
          Kalau sudah begini,anak bisanya justru menunjukan perlawanan.Mereka justru sengaja mengganggu,meski terkadang berusaha untuk bernegoisasi dulu dengan kita.Mereka sengaja memancing kemarahan orangtua,semakin orangtua terpancing,semakin senang mereka walupun akhirnya harus menangis.Inilah yang di sebut sebagai perilaku negativism.Sekedar melengkapi,negativisme kadang di lakukan anak untk memperoleh perhatian.Barangkali ada perubahan yang tiba-tiba dari orangtua,sehingga ia merasa ada yang hilang.Biasanya di temani 24 jam sehari,sekarang orangtua nya bekerja sampai sore hari.Biasanya ibu selalu ada di sampingnya,sekarang sering di tinggal kuliah.  
          Nah kembali kesoal cuci piring.sumber masalah kerapkali berasal dari kita sendiri sebagai orangtua.Karena tidak mau repot ,kadang kita melarang anak belajar makan sendiri.Karena tidak mau repot puila,kita sewot bukan main ketika anak bermain-main  pasir,tanah liat atu Lumpur suatu jenis permainan yang sangat bermanfaat merangsang kretivitas anak.Kita menggantinya dengan permainan baby-block atau malah justru memutarkan TV untuknya.suatiu cara yang sederhana,praktis dan tidak mendidik. Kalau baby-black masih mending,tetap ada manfaatnya untuk memberi rangsang otak anak.Tetapi TV??? Lebih-lebih ketika TV kita pilih sebagi “pelarian” bagi anak.
          Berkenaan dengan bermain pasir,ada satu riwayat bahwa Rosulallah Saw melew ati anak-anak yang sedang bermain-main pasir.Sebagian sahabat mencoba melarang mereka,lalu Rosulallah Saw,mengatakan.”Biarkan mereka,karena pasir adalah tamannya anak-anak.”(H.r. al-Haitsami).
          Hadits tersebut meskipun tidak sahih,kata Aadnan Hasan Shalih Baharits dalam buku Tanggungjawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki,tetapi isinya dapat dipakai sebagai acuan.Memberi kesempatan kepada anak untuk bermain pasir merupakan langkah yang baik,terutama untuk anak-anak yang masih kecil.Di antara tempat bermain pasir yang paling bagus ialah di pantai,tutur Baharits,karena tempat itu tidak berdebu dan beresih.
          ‘Ala kulli hal, ada yang perlu telusuri lagi pada diri kita.Agaknya,keinginan kita untuk melahirkan anak-anak yang cemerlang dan memberi bobot kepada bumi dengan kalimat la ilaha illallah, masih belum sejalan dengan apa yang kitaa lakukan terhdap mereka.Kita ingin mereka menjadi anak-anak yang mandiri,tetapi kita masih enggan memberi mereka kesempatan untuk   mencoba.Kita ingin mereka menjadi anak-anak yang kreatif ,tetapi kita tak memberinya kesempatan untuk bermain main dengan tanah yang taelah disediakan oleh Allah Ta’ala disekeliling kita (di kota besar,kita akan tau betapa berharganya sejengkal tanah kosong). Kita ingin anak-anak yang penuh inisiatif,tetapi gagasannya kita matikan karena kita anggap merepotakan.Kita ingin melahirkan anak-anak yang tangguh jiwanya,kuat mentalnya dan tinggi semangatnya,tetapi kita menakut-nakuti mereka dengan hujan.Kita mengerdilkan jiwa mereka seolah-olah air yang di turunkan Allah sebagai barakah itu,justru menjadi sumber penyakit .
          Atau… sebenarnya iman kita yang memang masih  sangat mengenaskan?
By : Ust.Aly Motivator Ideologis ( PEMBINA RUMAH DAKWAH INDONESIA )
WA 081313999801
BBM : 79541FA2
-------------------------------------
Ingin BERDAKWAH tapi gak punya cukup waktu dan ilmu ? 
silahkan bergabung bersama RUMAH DAKWAH INDONESIA
Jadikan HARTA kita menjadi BEKAL jangan jadikan sebagai BEBAN
UMUR kita yang TERBATAS membuat AMAL SHOLEH kita juga TERBATAS, Bersama DAKWAH, UMUR AMAL SHOLEH KITA MENJADI TAK TERBATAS, karena akan terus MENGALIR bersama GENERASI PENERUS dan JAMAAH kita hingga Akhir Zaman, Allahu Akbar.
Caranya ?
Layangkan Infaq fi Sabiilillah, Zakat dan Sedekah kita untuk DAKWAH bersama Rumah Dakwah Indonesia, melalui Rekening :
BCA : 230.3888896 a.n. Yayasan Bantu
BCA : 230.0300.807 a.n. Yayasan Husnul Khotimah
MANDIRI : 156.0003 296 409 a.n Yayasan Husnul Khotimah
MU'AMALAT : 305.0033 975 a.n Yayasan Husnul Khotimah
BNI : 018 4300 117 a.n. Muhammad Aly
BRI : 1169 0100 102 7505 a.n. Muhammad Aly
CARA KONFIRMASINYA ?
Transfer dana, lalu ketik pesan SMS/WA : " Bismillah, nama, niat Infaq Fi Sabiilillah Program BANTU SEJUTA DAI Rp...............Karena Allah SWT demi kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin ". Lalu kirim SMS/WA ke 081313999801 atau BBM ke 79542FA2
Atau datang langsung ke :
KANTOR SEKRETARIAT :
Gedung NSC Lt.2 Jl.Bandung Blok II No.139 Perum Kotabaru Cibeureum-Tasikmalaya
Phone : 0256-2351814
MARKAZ PUSAT :
Pesantren Internasional IBNU SIENA, Jl.Siliwangi no.100 Tasikmalaya Phone : 0256-2351814, 081313999801

Website : www.rumahdakwahindonesia.blogspot.com
FB : 
www.facebook.com/rumahdakwahindonesia

BBM : 79542FA2
WA : 081313999801