MEMENJARAKAN ANAK DENGAN KEBEBASAN

Saya nyaris tak percaya ketika datang seorang anak yang wajahnya tampak linglung. Raut mukanya mengingatkan saya pada anak-anak yang idiot atau debil.Wajah yang tidak memancaarkan semangat.Di matanya, yang ada hanya tatapan kosong tanpa cita-cita.
Rasanya sulit percaya bahwa anak itu hadir ketika saya baru saja menuliskan kata linglung untuk prolog buku “menuju kreativitas” karya sahabat saya,Mas Wahyudin.Awalnya saya kira anak yang putih beresih itu,mengalami keterbelakanganmental bahwa sejenis idiot.Tetapi ketika melihat reaksi-reaksi di wajahnya,saya mulaii menangkap bahwa anak ini sebenarnya normal.Pengasuhanlah yang telah membuat ia kehilangan kekayaan yang paling berharga: “jiwa yang sehat dan hidup”.
Lalu,apa yang membuat anak itu sampai begitu mengenaskan jiwanya? Beban apa yang memberatkan dirinya sehingga hamper-hampir tak sanggup lagi untuk berpikir?
Bukan kemiskinan yang membuat tatapan matanya kosong dan hampa.Bukan kesusahan yang menjadikan jiwanya penat dan lelah.tetapi kebebasan untuk bermain game,kapan pun ia mau.Anak sekecil itu,di usianya yang baru berkisar 8-9 tahun,telah menghabiskan sepertiga dari usianya setiap hari untuk hanyut dalam permainan video-game yang menegangkan.Seluruh energinya seakan telah habis untuk melototkan matanya di depan layar computer,berpacu dengan suara perang-perangan yang mendebarkan.
Saya segera teringat dengan tulisan yang belum selesai saya ketik.Di prolog itu, sempat saya bercerita sejenak tentang Milton Chin.Dalam bukunya berjudul The Smart Parent’s Guide to KIDS’TV,Chen menunjukan bahwa waktu menonton yang cukup sehat adalah berkisar 8-10 jam seminggu.Dengan kata lain lamanya waktu menonton sebaiknya berada pada rentang 1jam 9 menit sampi dengan 1 jam 25 menit.Itu pun dengan catatan tayangan masih cukup sehat.Jika tayangan masih sangat edukatif dan merangsang daya nalar anak mereka bias menonton maksimal 15 jam seminggu.Lebih dari itu sudah tidak sehat.Apalagi kalau acaranya banyak menayangkan kekerasan,jam menonton harus di persingkat.
Banyak yang menarik dari buku Milton Chen.Tentang bagaimana tayangan kekerasan merangsang agresivitas anak,trntang bagaimana TV menumpulkan perasaan dan kasih sayang kepada orang lain,atu tentang bagaimana Tv merampas waktu anak yang paling berharga.Tetapi saya tidak akan menyibukan Anda dengan hasil-hasil penelitian itu.Cukuplah kita merenung sejenak tentang waktu yang kita berikan untuk anak-anak kita.Barangkali banyak di antara kita yang merasa aman dengan kebebasan yang kita berikan kepada anak untuk menonton,padahal 4 jam sehari (28 jam seminggu) di depan TV tenyata sudah termasuk kategori membahayakan.Benar-benar mengancam mental dan kepribadian anak.Apalagi kalau tayangan itu berupa video game yang dari detik ke detik hanya menyajikan kekerasan,keganasan dan Cuma memancing reaksi impulsif anak.
Diam-diam saya merasa khawtir,jangan-jangan banyak di antara kaum muslimin – bahkan dari mereka yang punya komitmen dakwah – mengijinkan anaknya duduk manis di depan TV lebih dari 4 jam sehari.Kalau itu terjadi,akan lahir di sekeliling kita anak-anak yang tak punya inisiatif,tumpul otknya dan mati gagasannya – meskipun IQ nya sangat tinggi.Akan lahir anak-anak yang hatinya beku dan jiwanya mati,sementara syahwat besar berkobar-kobar.Mereka inilah yang bias terkena robopath sebelum dewasa,sesmacam patologi jiwa yang membuat mereka seperti robot.Bertindak tanpa pikiran,bergerak tanpa jiwa.Yang ada hanya jebakan aktivitas yang membelenggu.
Dampak ini akan lebih terasa jika yang di pelototi anak bukan lagi TV,tetapi video game berat.Anak yang hanyut dengan video game sampe tingkat yang sangat menguras energi pisikis,cenderung sangat pasif atau justru sebaliknya amat agresif. Mereka bias seperti orang linglung. Tak tahu apa yang harus dilakukan. Bias juga sangat ganas. Mereka berperilaku sangat agresif karena pengaruh adegan yang di saksikan. Bukan karena dorongan kecerdasan.
          Setiap kali memainkan video game, anak juga terangsang bertindak impulsive kalau tidak ada kegiatan penyeimbang yang memadai, anak-anak itu bias kehilangan Kendali emosi. Mereka tidak mampu mengembangkan kecakapan emosi yang sehat, normal dan baik. Bahkan bias terjadi anak-anak itu mengalami cacat emosi (emotionally handicapped), meskipun pada awalnya normal. Anak yang saya ceritakan di awal tulisan ini merupakan contoh bagaimana video game telah menjadikannya seperti anak idiot ia tidak nyaman berada di lingkungan yang tidak dikenal karena keterampilan emosi dan socialnya telah rusak.
          Bagaimana bias demikian? Anak ini melomatai video game berat yang ada di komputernya rata-rata 8 jam sehari !!!! apalagi pada waktu libur,bias lebih lama lagi.Kalau di hitung delapan jam saja,berarti lebih dari separo waktu jaganya di gunakan untuk duduk terpaku.Ia hanya berinteraksi dengan kekerasan,gambar yang bergerak cepat,ancaman yang setiap detik selalu bertambah besaar,serta dorongan untuk membunuh secepat-cepatnya.Anak mengembangkan naluri membunuh yang impulsive,sadis dan ngawur.Ia tekan apa saja yang membabi-buta secara memuntahkan serangan maya secepat mungkin.
          Andaikan sudah memelototi video-game otak anak bias segar,delapan jam sehari sudah terlalu banyak.Jauh lebih banyak daripada titik bahaya nonton TV,yakin 4 jam sehari! Padahal,video game menyerupai enrgi pisikis anak lebih besar daripada TV.Berapa jam sesudah melototi video game,otak anak masih tetap di benahi ol;eh permainan yang ada di video game.Anak di kejar oleh bayangan-bayangan untuk menuntaskan permainan dan memenangkan pertarungan.Praktis ,anak tidak siap menerima rangsangan lainnya.Lebih-lebih rangsangan yang daya tariknya lemah dan tidak member aktivitas menantang,akan sulit menyentuh wilayah pisikis anak. Nah,proses belajar akedemis termasuk rangsangan yang cenderung tidak menantang,menonton dan lamban-dalam hal ini bagi anak-anak ysng kecanduan video game.
          Kalau ini terjadi,mereka akan merasakan suasana kelas seperti penjara bagi jiwanya.Tubuhnya ada di kelas,tetapi pikirannya,rasa penasarannya dan keinginannya ada di video game.Ada suara-suara guru yang masuk tetelinga,tetapi tak dada yang terekam.Ibarat computer,registrynya sedang eror.Tampaknya sedang belajar,tetapi pikirannya sibuk mengolah baying-bayang game yang menebarkan.   
          Inilah yang menyebabkan anak tidak bias memperoses pelajaran yang di berkan kepadanya.Sama seperti computer,sistemnya macet (system halted).Tidak bekerja.
          Apa yang bisa di lakukan jika separah itu?Tetapi.ini berati orangtua tidak bisa melakukan sendiri,kecuali jika orangtua adalah pisikolog anak yang bepengalaman.Bisa jadi proses trapinya tidak bisa di lakukan oleh satu orang.Harus melibatkan ahli-ahli lain untuk mengembalikan anak pada posisi normal,bisa belajar berpikir dengan baik, namun beradaptasi dengan lingkungan social dan sekolah,serta dapat mengikuti proses belajaar – mengajar di sekolah dengan wajar.
          Terapi juga di lakukan agar anak bisa belajar mengelola emosinya,mampu menghidupkan perasaan dengan baik dan sehat,serta belajar menumbuhkan inisiatif positif.Itu pun dengan catatan,proses terapi tidak bisa menjamin selalu berhasil dengan sempurna.Selalu ada kemungkinan proses trapi itu masih meninggalkan masalah,meskipun kecil,terutama jika orangtua tidak dapat di ajak bekerja sama dengan bai.Tentu saja,sangat mungkin proses trapi akan mampu mengatsi masalah dengan sempurna.Trapi berhati-hati agar tidak timbul persoalan yang berat,adalah jauh lebih baik.
          Persoalannya,kenapa sehingga orangtua dengan mudah menyediakan alat-alat permainan semacam itu? Banyak kemungkinan .Pertama, orangtua tidak mau repot dengan anak. Mereka birikan anak apapun yang dapat membuatnya diam. Kadang tanpa sadar,orangtua.Ketika anak rewel,orangtua segera menyodorkan TV,VCD,video game atau apa pun yang dapat membuat anak diam.Padahal cara ini bisa berdampak pada lemahnya lemahnya keterampilan emosi anak.Mereka tidak belajar bagaimana mengelola keinginan atu mengambil pertimbangan.
          Pada sebuah kasus,seorang anak mempunyi gejala persis seperti anak pengidap autisme.Setelah di telusuri ,anak ini ternyata pada dasarnya normal.Pola asuh orangtuanya yang membuat cacat emosi,kedua orang tua bekerja dan begitu tiba di rumah,mereka sibuk melepas lelah dengan menutup diri di kamar.Setiap anak rewel,orangtua menyodorkan tawaran-tawaran berupa VCD dan game.Tak ada sentuhan.
          Kedua,orang tua tanpa orientasi pendidikan yang baik.Mereka memberikan mainan apa saja asalkan anak senang.mereka bias terliba dalam permainan.Hanya saja memiliki arah,sehingga ereka tidak apa pun yag sudah trend akan di berikan kepada anak.Sedihnya,sekolah pun ternyata tak sedikit yang miskin orientasi.
          Ketiga,semangat tanpa ilmu.M ereka beriakan anak berbagai bentuk alat permainan,termasuk video game, karena menginginkan anaknya maju,moderen dan kreatif.mereka memberi alat karena mendengar bahwa kegiatan bermain sangat penting untuk merangsang  kecedasan kreativitas inisiatif dan semangat anak.sayangnya mereka lupa bawa alat permainan – atau yang di anggap sebagai alat permainan – tidak sama dengan bermain.
          Kegiatan bermainakan mnyegarkan ikiran anak,menyenangkan dan menggugah anak untuk lebih aktif.Tetapi alat permainan tidak selalu positif.Sebagi alat permainan bias berfungsi sebagai alat terapi atas berbagai jenis gangguan pisikis anak.Sebagian justru bias menganggu.
          Masalah ketiga ini agaknya perlusaya tekankan.Saya pernah merrasa sangat sedih ketika suatu hari seorang guru mengajarkan tepuk sambal kepada anak.Atas nama kreativitas dan fun,guru engajarkannya.Padahal dari segi isi kalimat manapun gerak,nyaris tak ada yang bias di petik.
          Termasuk semangat tanpa ilmu adalah perkataan sebagai orangtua tentang kebebasan.Mereka pernah membaca tulisan yang Cuma sekilas bahwa anak perlu di beri kebebasan agar anak cerdas,kreatif dan penuh inisiatif.Mereka akhirnya bener-bener belajar “menghargai”setiap keinginan dan pendapat anak.tetapi ruanya menghargai dianggap sama dengan menuruti tanpa kendali.Walhasi,inginnya memberi kebebasan pada anak,yang terjadi justru memenjarakan anak dengan kebebasan.Bermula dari kebebasan tanpa arah,anak kehilangan saat berharga untuk belajar bersosialisasi.Anak tak punya untuk belajar mengelola emosinya.
          Agaknya … ada yang perrlu kita renungkan tentang cara kita mendidik anak.
By : Ust.Aly Motivator Ideologis ( PEMBINA RUMAH DAKWAH INDONESIA )
WA 081313999801
BBM : 79541FA2
-------------------------------------
Ingin BERDAKWAH tapi gak punya cukup waktu dan ilmu ? 
silahkan bergabung bersama RUMAH DAKWAH INDONESIA
Jadikan HARTA kita menjadi BEKAL jangan jadikan sebagai BEBAN
UMUR kita yang TERBATAS membuat AMAL SHOLEH kita juga TERBATAS, Bersama DAKWAH, UMUR AMAL SHOLEH KITA MENJADI TAK TERBATAS, karena akan terus MENGALIR bersama GENERASI PENERUS dan JAMAAH kita hingga Akhir Zaman, Allahu Akbar.
Caranya ?
Layangkan Infaq fi Sabiilillah, Zakat dan Sedekah kita untuk DAKWAH bersama Rumah Dakwah Indonesia, melalui Rekening :
BCA : 230.3888896 a.n. Yayasan Bantu
BCA : 230.0300.807 a.n. Yayasan Husnul Khotimah
MANDIRI : 156.0003 296 409 a.n Yayasan Husnul Khotimah
MU'AMALAT : 305.0033 975 a.n Yayasan Husnul Khotimah
BNI : 018 4300 117 a.n. Muhammad Aly
BRI : 1169 0100 102 7505 a.n. Muhammad Aly
CARA KONFIRMASINYA ?
Transfer dana, lalu ketik pesan SMS/WA : " Bismillah, nama, niat Infaq Fi Sabiilillah Program BANTU SEJUTA DAI Rp...............Karena Allah SWT demi kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin ". Lalu kirim SMS/WA ke 081313999801 atau BBM ke 79542FA2
Atau datang langsung ke :
KANTOR SEKRETARIAT :
Gedung NSC Lt.2 Jl.Bandung Blok II No.139 Perum Kotabaru Cibeureum-Tasikmalaya
Phone : 0256-2351814
MARKAZ PUSAT :
Pesantren Internasional IBNU SIENA, Jl.Siliwangi no.100 Tasikmalaya Phone : 0256-2351814, 081313999801

Website : www.rumahdakwahindonesia.blogspot.com
FB : 
www.facebook.com/rumahdakwahindonesia

BBM : 79542FA2
WA : 081313999801